Mata Kuliah Kajian Bahasa Indonesia SD
Kali
ini mimin akan share tetang makalah Pemerolehan Bahasa Anak. Semoga bermanfaat yah, jangan lupa share ke temen-temen
alamat blog ini !!!!
Silahkan download makalah Pemerolehan Bahasa Anak ini secara gratis.
Download pada link di bawah ini:
http://adf.ly/1Kc13D
Cukup Klik Link tersebut, dan tunggu 5 detik. Klik Skip Ad di pojok kanan atas. Pastikan internet anda tidak lag
Preview :
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemerolehan
Bahasa
Pemerolehan
bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak
seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Untuk dapat melekukan kajian
tenteng pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama ( first
laguage acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau B1 dan pemerolehan
bahasa kedua (second laguage acquisition) yaitu kajian tentang bagaimana
pembelajra mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh bahasa ibunya.
Mengikuti penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang
bagaimana manusia memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan
para peneliti. Teori pertama menyebutkan bahwa manusia memeperoleh bahasanya
secara alami. Teori ini kemudian dikenal dengan istilah Nativist Theory. Sedangkan
teori kedua, menyatakan bahwa manusia memperoleh bahasa melalaui proses
mempelajari, dan teori kedua ini dikenal dengan Learning Theory.
a. Nativist Theory
Nativist Theory adalah teori yang menyebutkan bahwa
manusia mmemperoleh bahasa secara alamiteori ini kemudian dikenal dengan
hipotesis nurani yang dipelopri oleh leneberg dan chomsky. Hipotesis nurani
lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa yang digunakan anak dalam
memperoleh bahasanya yang kemudian dijadikan bahan penelitian oleh kedua
pelopor tersebut.hasil penelitan tersebut adalah sbb:
a) Semua anak normal
akan memperoleh bahasa ibunya asalkan dia dikenalkan dengan bahasa iitu.
b) Pemerolehan bahasa tidak
ada hubungan nya dengan kecerdasan
c) Kalimat yang digunakan
anak cenderung tanpa menggunakan gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya
sedikit.
d) Hanya manusia yang bisa
berbahasa.
e) Perkembangan bahsa anak
sejalan dengan perkembangan lain.
f) Srtuktur bahsa
sangat rumit, komoleks dan istimewa.
Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan
warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa.maka
hipoesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi yag menyatakan bahwa sebagian
atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi
ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus dariorganisme manusia.hiptesis
ini menekankan bahwa ada nya suatu benda yang dibawa manusa sejak lahir yaitu
laguage acquisition device (LAD ). Cara kerja dari LAD ini bisa dijelaskan
apabila sejumlah ucapan yang cukuo memadai dari suatu bahasa ditangkap atau
diberikan kepada LAD, maka LAD akan membentuk masukan itu menjadi tata bahas
formal sebagi keluaran.
b. Learning teory
Teori yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui
proses mempelajari. Teori ini lahir dai pakar psikologi dari harvard B.f Skiner
. skiner adalah seorang toko behaviorisme yang menyatakan bahasa adalah
perilaku verbal. Behaviorisme adalah aliran psikologi yang mempelajari
tentang perilaku yang nyata yang bisa diuukur secara objektiv.Blomfeed dalam
bukunya “ laguage” dalam parera (1986: 80) menerapkan pikiran pikirn
pokok behaviorisme dalam analis bahas asebagai berikut:
Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik.
Orang harus bisa membedakan antara sesuatu
yang mendahului bahasa, bahasa dan peristiwa yang mengikuti bahasa.
S
r
s
R
r : merupakan respon pengganti
s : merupakan stimulus pengganti
Bloom Field lebih menekankan proses mekanisme bahasa bukan
proses mentalisme.
Skinner mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi
sebagai satu respon berkondisi terhadap stimulus stimulus tersembunyi baik yang
internal atau eksternal. Hal ini bisa dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa
yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil
integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia.
Karena itulah kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajran
bahasa pengkondisian opera. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa
seseorang dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar
orang itu.
Sebagai penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa
digambarkan tentang bagaimana seorang bayi mulai berbahasa. Pada tahapan
ketika anak memperoleh sistem sistem bunyi bahasa ibunya, semula dia
mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada didunia ini.akan
tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem
bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus untuk menirukan sistem
bahasa ibunya, maka yang akhirnya dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.
B.
Tahap Pemerolehan Bahasa Anak
Berbagai penelitian membuktikan bahwa manusia normal
mengalami tahapan yang hampir sama dalam pemerolehan bahasa pertamanya. Dalam
hal ini, peneliti mengambil teori dari tiga orang ahli yaitu Aitchison,
Schaerlaekens, dan Ruqayyah.
Ø
Perkembangan Bahasa Menurut Aitchison
Menurut Aitchison
dalam Harras dan Andika (2009: 50-56), tahap kemampuan bahasa anak terdiri atas
hal-hal berikut.
Tahap Perkembangan Bahasa
|
Usia
|
Menangis
|
Lahir
|
Mendekur
|
6 minggu
|
Meraban
|
6 bulan
|
Pola intonasi
|
8 bulan
|
Tuturan satu kata
|
1 tahun
|
Tuturan dua kata
|
18 bulan
|
Infleksi kata
|
2 tahun
|
Kalimat tanya dan ingkar
|
2 ¼ tahun
|
Konstruksi yang jarang dan kompleks
|
5 tahun
|
Tuturan yang matang
|
10 tahun
|
1) Menangis
Menangis pada bayi ternyata memiliki
beberapa tipe makna. Ada tangisan untuk minta minum, minta makan, kesakitan,
dan sebagainya. Tangisan merupakan komunikasi yang bersifat instingtif seperti
halnya sistem panggil pada binatang. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna
tangisan itu bersifat universal.
2) Mendekur
Fase yang mirip dekuran merpati ini
dimulai saat anak berusia sekitar enam tahun. Mendekur sebenarnya sulit
dideskripsikan. Bunyi yang dihasilkannya mirip dengan bunyi vokal, tetapi hasil
penelitian menggunakan spektogram menunjukkan bahwa hasil bunyi itu tidak sama
dengan bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Beberapa buku menyebut fase
ini sebagai gurgling atau mewling. Mendekur pun bersifat
universal.
3) Meraban
Secara bertahap, bunyi konsonan akan
muncul pada waktu anak mendekur, dan ketika usia anak mendekati enam bulan, ia
memasuki fase meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan
secara serentak. Awalnya, ia mengucapkan sebagai suku kata, tetapi akhirnya
vokal dan konsonan itu menyatu.
Pada fase meraban, anak menikmati
eksperimennya dengan mulut dan lidahnya, sehingga fase ini merupakan fase
pelatihan bagi alat ucap. Bunyi yang biasanya dikeluarkan berupa mama,
papapa, dan dadada.
4) Pola Intonasi
Anak-anak mulai menirukan pola-pola
intonasi sejak usia delapan atau sembilan bulan. Hasil tuturan anak mirip
dengan tuturan ibunya. Anak tampaknya menirukan tuturan orang tuanya tetapi
hasilnya tidak dipahami oleh orang sekelilingnya. Ibu-ibu sering
mengidentifikasikan bahwa anaknya menggunakan intonasi tanya dengan nada tinggi
pada akhir kalimatnya, sehingga orang tua sering melatih anaknya berbicara
dengan bertanya "Kamu mau apa?" dan sebagainya.
5) Tuturan satu kata
Sekitar umur dua belas sampai delapan
belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Jumlah kata yang
diperoleh anak bervariasi. Lazimnya, rata-rata anak memperoleh sekitar lima
belas kata. Kata-kata yang biasanya dituturkan misalnya papa, mama, bobo,
meong, dan sebagainya.
6) Tuturan dua kata
Ciri yang paling menonjol dalam fase
ini ialah kenaikan kosakata anak yang muncul secara drastis. Ketika usianya
menginjak dua setengah tahun, kosakatanya mencapai hampir ratusan kata.
Pada awal tahap dua kata ini tuturan
anak cenderung disebut telegrafis. Ia berbicara seperti orang mengirim
telegram, yakni hanya kata-kata penting saja yang disampaikan. Tuturan yang
awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu.
7) Infleksi kata
Kata-kata yang awalnya dianggap remeh
oleh anak akhirnya dimunculkan juga. Dalam bahasa Indonesia, kata yang biasanya
muncul ialah afiks, misalnya anak sebelumnya hanya mengatakan Kakak mukul
adik menjadi Kakak memukul adik atau Adik dipukul kakak.
Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata majemuk, seperti orang tua,
namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena kemampuan setiap anak
bervariasi.
8) Kalimat tanya dan ingkar
Dalam bahasa Indonesia, anak mulai
memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan pada
kalimat seperti Apa ini?, Siapa orang itu?, dan Kapan ayah pulang?,
sedangkan kalimat ingkar biasanya berupa kalimat-kalimat seperti Kakak tidak
nakal, Saya tidak mau makan, Kue ini tidak enak, dan Ini bukan punya
adik.
9) Konstruksi yang jarang atau kompleks
Pada usia lima tahun, anak secara
mengesankan memperoleh bahasa yang terus berlanjut meskipun agak lamban.
Tuturan anak usia lima tahun berbeda dengan tuturan atau tata bahasa orang
dewasa, tetapi mereka tidak menyadari kekurangan mereka itu. Mereka selalu
menganggap bahwa tuturannya sama dengan orang dewasa dan akan selalu
menyamakannya. Dalam tes pemahaman, anak-anak siap untuk mengerjakan dan
menafsirkan struktur yang diberikan kepadanya, tetapi sering mereka
menafsirkannya secara keliru. Hal tersebut tampak dalam kalimat majemuk setara
atau kalimat majemuk bertingkat yang biasanya mereka tuturkan seperti Ali
dan kakaknya pergi ke sekolah meskipun hujan. Tahap inilah yang dianggap
tahap rumit dalam fase perkembangan bahasa anak.
10) Tuturan matang
Perbedaan
tuturan anak-anak dengan orang dewasa secara perlahan akan berkurang ketika
usia anak semakin bertambah. Ketika usianya mencapai sebelas tahun, anak mampu
menghasilkan kalimat perintah yang sama dengan kalimat perintah orang dewasa,
misalnya Tolong ambilkan buku itu!.
Ketika meningkat usia pubertas,
perkembangan bahasa anak dikatakan sudah lengkap. Tentu saja ia akan terus
mengembangkan perbendaharaan kosakatanya, dan kaidah tata bahasanya pun akan
berubah.
Menurut Yulianti (2002), semua tahap
ini pasti dilalui setiap anak normal, sedangkan anak yang memiliki gangguan
fisik hanya melewati beberapa tahap perkembangan bahasa saja. Hal itu
menunjukkan bahwa kematangan berbahasa dipengaruhi pula oleh kematangan fisik.
Ø
Perkembangan Bahasa Menurut Schaerlaekens
Tahapan
perkembangan bahasa yang dialami anak menurut Schaerlaekens dalam Mar’at (2005:
61) terdiri atas beberapa hal sebagai berikut.
1) Periode pralingual
Umumnya tahap ini dialami anak pada
usia 0-1 tahun, ketika anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi yang merupakan
reaksi terhadap situasi tertentu dengan tahapan sebagai berikut.
a. Tahap mendekut (cooing).
Anak mengeluarkan bunyi yang mirip vokal atau konsonan (/a/).
b. Tahap berceloteh (babbling).
Anak mengeluarkan gabungan mirip vokal dan konsonan (/p/, /b/, /m/).
2) Periode lingual
Tahap ini umumnya dialami anak pada
usia 1-2,5 tahun, ketika anak mulai mengucapkan kata-kata dengan tahapan
sebagai berikut.
a. Tahap ujaran holofrastik. Anak mampu
memproduksi satu kata yang dapat menyatakan lebih dari satu maksud.
b. Tahap ujaran telegrafik. Anak mampu
memproduksi dua kata sebagai pernyataan suatu maksud.
c. Tahap lebih dari dua kata. Anak
mulai memproduksi lebih dari dua kata dan menunjukkan perkembangan morfologis. Komunikasinya
pun tidak lagi bersifat egosentris.
3) Periode diferensiasi
Umumnya dialami anak pada usia 2,5-5
tahun, ketika anak dianggap telah menguasai bahasa ibu dengan penguasaan tata
bahasa pokok. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi mulai berjalan baik. Anak
juga mulai mampu mengomunikasikan persepsi dan pengalamannya kepada orang lain.
Perkembangan aspek fonologi telah berakhir walaupun masih ada kesukaran
tertentu. Aspek kosakata berkembang baik secara kualitatif dan kuantitatif.
Anak juga telah mampu membedakan nomina dan verba serta menggunakan pronomina
dan preposisi.
Ø
Perkembangan Bahasa Menurut Ruqayyah
Menurut
Ruqayyah (2008) dalam perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas
tiga bagian penting yaitu sebagai berikut.
1) Perkembangan prasekolah
Perkembangan pemerolehan bahasa anak
pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, yaitu
anak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan
subjek, dirinya dengan orang lain, serta hubungan dengan objek dan tindakan.
Selain itu ada pula tahap satu kata,
yaitu anak terus-menerus berupaya mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang
ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperoleh lazimnya adalah kata yang
menyatakan perbuatan, sosialisasi, dan tempat. Tiga sarana ekspresif yang
dipakai oleh anak-anak yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih
panjang, yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran
anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan
perluasan istilah dalam suatu hubungan atau relasi.
Perkembangan pemerolehan bunyi
anak-anak berawal dari membuat bunyi menuju arah membuat pengertian. Anak
biasanya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya
membedakan antara bunyi suara manusia dan bukan manusia, bunyi ekspresi marah
dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa,
dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan
persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak
menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan
orang dewasa, dan apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu,
hal ini menjadi perbendaharaan mereka.
Menurut Nuraeni (2009: 5), panjang
ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang
lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat
digunakan sebagai ukuran panjangnya.
2) Perkembangan ujaran kombinatori
Perkembangan ujaran kombinatori
anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu perkembangan negatif,
interogatif, penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi. Perkembangan
beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentang masa
selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-anak.
3) Perkembangan masa sekolah
Pada perkembangan masa sekolah,
orientasi seorang anak dapat berbeda-beda. Ada anak yang lebih impulsif dari
pada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati, cenderung lebih jelas
dan nyata dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan bermain-main,
sementara yang lain lebih pragmatis dalam pemakaian bahasa. Setiap bahasa anak
akan mencerminkan kepribadiannya sendiri pada masa ini.
Selama masa sekolah,
anak mengembangkan dan memakai bahasa secara unik dan universal. Pada saat itu
anak menandai atau memberinya ciri sebagai pribadi yang ada dalam masyarakat
itu. Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan jelas dalam
tiga bidang, yaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa dan
kesadaran meta linguistik.
C.
Posisi
Pemerolehan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa tentulah seorang pebelajar
telah memiliki modal awal, yakni bahasa ibu yang diperoleh melalui proses
pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa, yakni proses yang berlangsung di dalam
otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Sehingga dalam proses pembelajaran bahasa kedua, tentulah bahasa pertama
yang telah dikuasainya memberikan pengaruh yang significant. Mengenai seberapa
jauh peran pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa dapat
terinterpretasikan dalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam
mempelajari bahasa kedua. Berikut hirarki kesulitan menurut Clifford Paton:
1) Transfer Nol, yakni di
mana B1 sama persis dengan B2
Dalam tahap ini, pemerolehan bahasa pertama memberikan
satu kemudahan tersendiri dalam pembelajaran bahasa kedua. Seperti contoh dalam
fonologi: B1 (bahasa Indonesia) J = ج B2 (bahasa Arab), B1 A = أَ B2
2) Perpaduan, yakni di mana
2 item dalam B1 bersatu dengan B2
Contoh: U-O dalam bahasa Arab ـُ
3) Subdiferensiasi, yakni
B1 ada dan B2 tidak ada
Contoh: C, Ny, Ng, P tidk ditemukan dalam bahasa Arab
4) Reinterpretasi, di mana
ia terdapat di B1 hanya saja berubah saat di B2
Contoh: huruf (Q – t – b – j – d) dibaca tidak memantul
dalam B1, Huruf (ق- ط - ب - ج - د) dibaca memantul.
5) Overdiferensiasi, di
mana ia tidak ada di B1 namun ada di B2
Contoh: hukum bacaan mad tidak terdapat di B1, كتاب،
كراسة، قلم.
6) Pembelahan, di mana ia
hanya ada 1 jenis di B1 dan bermacam jenis di B2
Contoh: Z = ظ
– ذ – ز,
T = ت – ط, H = ح
– ه,
Beberapa penelitian
membuktikan bahwa pembelajar yang lebih dewasa dapat memperoleh bahasa kedua
lebih cepat dibandingkan pembelajar muda pada setting non tutorial(Snow dalam
Gleason dan Ratner) Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pembelajar dewasa
juga bermasalah dalam hal aksen yang sudah terpola B1 sehingga pemerolehan B2
juga terpengaruh. Untuk waktu yang diperlukan dalam mempelajari
bahasa kedua, pengajar asing beranggapan bahwa diperlukan waktu lebih banyak untuk
mempelajari bahasa yang jauh daripada yang dekat perbedaannya dengan B1 sebagai
hasil dari pemerolehan bahasa.
Baik peneliti
bahasa anak maupun ahli psikolinguistik mengemukakan bahwa kondisi pemerolehan
B2 menyerupai B1. Pengajar bahasa asing menekankan pada perbedaan yang
diakibatkan pengetahuan awal tentang B1, sedangkan bahasawan menekankan adanya
perbedaan pembelajaran B2 yang melampaui masa pembelajaran emas dibandingkan
B1.teori sosiokultur memandang bahwa pemerolehan B1 dan B2 ditunjang kebutuhan
komunikatif dan social.
Pengajar bahasa
asing dan bahasawan mengungkapkan adanya efek transfer dari B1 ke B2.
Sama halnya dengan pendapat ahli psikolinguistik dan teoisi sosiokultur tentang
adanya kecendrungan dalam pemrosesan bahasa dan menggunakan pengetahuan tentang
aturan bahasa. Peneliti bahasa anak tidak mengungkapkan adanya pengaruh
B1kecuali adanya pengaruh proses pembelajaran area kesulitan tertentu
pembelajaran B2.
Baik bahasawn
maupun peneliti bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap B2.
Peneliti bahasa anak, di pihak lain lebih mengangkat kasus pengurangan
penggunaan bahasa dan sebaliknya memandang efek positif mempelajari
B2 dengan cara membandingkan dengan B1.ahli psikolinguistik mendokumentasikan
adanyadwibahasawan yang dapat menggabungkan system B1 dan B2, meskipun dengan
adanya perbedaan dalam hal kecepata pemrosesan B1 dan B2.
Pendapat yang
dilontarkan para pengajar asing, peneliti bahasa anak, bahasawan, ahli
psikolinguistik dan teorisi sosiokultur diatas menunjukkan adanya keberagaman
minat dalam aspek yang berbeda terkait dengan fenomna pemerolehan dwibahasa dan
pemerolehan B2. Diharapkan dimasa yang akan datang peneliti lain akan dapat
menggabungkan dua atau tiga dari perspektif tersebut yang menitikberatkan pada
peran pembelajar, lingkungan dan konteks social yang lebih luas untuk memahami
apa sebenarnya pemerolehan B2 dan bagaimana pembelajar memperolehnya.
D.
Gangguan Perkembangan Bahasa pada
Anak
Gangguan
bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab terhambatnya tumbuh-kembang anak
yang sering ditemui. Adapun gangguan yang sering dikeluhkan orangtua yaitu :
1.
Disfasia
Adalah
gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan
anak seharusnya. Ditengarai gangguan ini muncul karena adanya ketidaknormalan
pada pusat bicara yang ada di otak. Anak dengan gangguan ini pada usia setahun
belum bisa mengucapkan kata spontan yang bermakna, misalnya mama atau papa.
Kemampuan bicara reseptif (menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi
kemampuan bicara ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan.
Karena organ bicara sama dengan organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai
masalah dengan makan atau menyedot susu dari botol.
2. Gangguan disintegratif pada
kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD)
Pada usia
1-2 tahun, anak tumbuh dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan
kemampuan yang telah dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia
2 tahun pertama seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku.
Namun, kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di
antaranya adalah kemampuan bahasa, sosial, dan motorik.
3. Sindrom Asperger
Gejala khas
yang timbul adalah gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan
pengulangan perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini
mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan
penggunaan beberapa komunikasi nonverbal (mata, pandangan, ekspresi wajah,
sikap badan), tidak bisa bermain dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan
sosial dan emosional.
4. Gangguan Multisystem Development
Disorder (MSDD)
MSDD
digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan proses
sensoris (proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas adalah
reaksi abnormal, bisa kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara, aroma,
tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi indera lainnya. Sulit berpartisipasi dalam
kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik, minat berkomunikasi dan
interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam interaksinya.
Ada masalah yang terkait dengan keteraturan tidur, selera makan, dan aktivitas
rutin lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah
proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa. Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
B.
Saran
Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud
dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi
terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah
atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita ketahui,
bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.
Daftar
Pustaka
http://www.santridrajat.com/2013/04/makalah-teori-teori-pemerolehan-bahasa.html#ixzz3ECfCDEy2
http://iwanumsida.blogspot.com/2013/01/makalah-proses-pemerolehan-bahasa-anak.html